Jumat, 02 Januari 2009

BILA SI KECIL BELAJAR TATA KRAMA

Usia 1-2 tahun.
Jangan berharap banyak. Mereka memang nyaris belum bisa berjalan, berbicara, atau mengingat segala sesuatu yang terjadi lebih dari sehari yang lalu, tapi batita cilik Anda bisa mulai belajar dasar-dasar kesopanan. Hanya saja, jangan berharap mereka akan sepenuhnya mengerti, atau mempraktikkan apa yang Anda ajarkan.Jadikan kesopanan sebagai bagian dari percakapan. Memikirkan perasaan orang lain adalah akar dari sopan santun, jadi doronglah anak Anda untuk melakukan hal ini. Jelaskan bahwa ketika ia membantu tetangganya mencari kunci yang hilang di taman bermain, si tetangga merasa senang, begitu juga kita. Bicara tentang peduli terhadap orang lain pada anak-anak bisa membantu mereka menyerap nilai kebaikan meski mereka tak sepenuhnya memahami.Perhitungkan temperamen anak. Bagi batita yang merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian di pesta ulang tahun, bersikap sopan mungkin berarti membisikkan “terima kasih” pada Anda, dan meminta Anda menyampaikan pesan tersebut pada orang lain. Pilihan lainnya adalah menyuruhnya menyampaikan ucapan terima kasih dengan menggambar dan memberikannya pada orang lain. Teruslah menunjukkan pada anak Anda yang pendiam bagaimana bersikap sopan: rutin mengucapkan “Tolong”, “Terima kasih”, “Permisi”, dan “Maaf”.Pilih satu aturan. Melempar makanan, berdiri di kursi, menangis. Anak umur 18 bulan memang tahu betul bagaimana membuat waktu makannya menarik. Perkembangan otak mereka masih belum cukup untuk membuat mereka memiliki keterampilan motorik atau emosional untuk etiket yang baik di meja makan, jadi buatlah sederhana. Sangat sederhana. Mulailah dengan satu aturan, misalnya “Kalau sedang makan, kamu harus duduk” atau “Kaki tidak boleh naik ke meja, ya”. Seringlah mengulanginya.
Usia 2-3 tahun.
Mulai paham budayaAktivitas mereka masih memiliki kontrol diri terbatas, namun ketika para batita mulai menginjak umur 36 bulan, sirkuit otak yang baru dan lebih kuat membantu meningkatkan kontrol memori, bahasa, dan dorongan. Hasilnya: terlihatlah perilaku si kecil.Ambil tindakan. Anda tidak bisa mengharapkan anak Anda untuk berperilaku sopan tanpa bantuan Anda. Jadi, jika putra Anda merebut mainan anak lain di tempat bermain, Anda sebaiknya ikut campur dan menyuruhnya mengembalikan mainan itu.
Beritahukan padanya, kalau ia tidak mau mengembalikan mainan itu, akan ada konsekuensinya. Jangan menyiratkan bahwa ia adalah pihak yang harus membuat keputusan tentang mainan itu. Jangan berkata, ‘Mama sih, ingin kamu mau mengembalikan mainan itu. Anda menuntut terlalu banyak darinya untuk membuat keputusan seperti itu.
Gunakan imbalan. Pendekatan saya adalah memakai pengulangan positif, misalnya, “Ayo, semua harus berbaris. Bagus. Bagus.” Tapi itu memang bukan sulap, dibutuhkan juga kesabaran dan ketekunan. Prinsip yang sama juga bisa diterapkan di meja makan.
Jika anak-anak bisa meminta sesuatu dengan sopan, beri mereka imbalan berupa apa yang mereka minta. Siapkan pengalih perhatian. Duduk tenang selama makan malam memang terasa terlalu lama dan berat untuk anak 2 tahun. Terimalah kenyataan itu.
Jadi, agar acara makan malam menyenangkan, berikan kertas pada si kecil untuk dicorat-coret atau mainan yang tidak berisik agar mereka bisa bermain. Pengalih perhatian juga membantu ketika Anda sedang menelepon. Siapkan keranjang berisi krayon, kertas, dan stiker dekat pesawat telepon, jaga-jaga kalau Anda tidak bisa menunda menelepon. Tapi, usahakan tetap bicara singkat. Tidak ada anak 2 tahun yang tahan untuk tidak menyela percakapan 20 menit di telepon.
Usia 3-5 tahun.
Kemajuan, bukan kesempurnaanAnak-anak usia pra sekolah mulai menguasai lingkungan mereka dengan belajar memakai baju sendiri atau merapikan mainan.
Pemahaman baru tentang kesabaran membuat timbal-balik percakapan menjadi lebih mudah, dan rentetan pertanyaan “kenapa begini” dan “kenapa begitu” bisa membuka jalan untuk percakapan yang lebih serius. Sopan santun mulai bisa menjadi kebiasaan.Gunakan permainan imajiner. Untuk anak usia 3 dan 4 tahun, mengingat tata krama di meja makan lewat pesta minum teh mainan, misalnya, bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk menyampaikan pelajaran tentang tata krama. Contoh: ajari cucu-cucu menaruh serbet di pangkuan, menawarkan ke arah kanan, tidak mulai makan atau minum sebelum semua mendapat hidangan, dan bahkan memperkenalkan para tamu: ‘Halo, kenalkan teman saya, Bu Beruang,” Gunakan orang-orang maupun mainan kesayangan si kecil untuk membantu menjelaskan bahwa para ksatria, putri raja, bintang rock, nenek, Winnie the Pooh, dan Elmo, semua bersikap sopan.Teruslah menyesuaikan temperamen. Beberapa anak senang memamerkan penguasaan tata krama mereka; sementara yang lain lebih suka diam-diam saja. Dan hampir semua anak butuh waktu untuk membiasakan diri dengan situasi baru. Ada yang akan mengucapkan salam perpisahan dan terima kasih dengan pelukan erat, tapi ada juga yang hanya akan berbisik, lalu langsung lari.

SISTEM PAUD YANG HOLISTIK & INTEGRATIF

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan Bappenas mulai 2009 akan menyebarluaskan sistem pendidikan anak usia dini (PAUD) secara holistik dan integratif. Semua jenis stimulasi untuk anak dan berbagai lembaga terkait yang selama ini mengembangkan dan membina PAUD akan dikelola dalam satu sistem penyelenggaraan yang utuh. Di samping itu, peningkatan akses dan perluasan kesempatan peserta didik PAUD yang berasal dari keluarga kurang mampu akan memperoleh perhatian yang lebih besar.Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Depdiknas Hamid Muhammad membacakan sambutan tertulis Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada Seminar Nasional PAUD dalam Rangka Peringatan Hari Ulang Tahun HIMPAUDI Ke-3 di Depdiknas, Jakarta, Senin (17/11/2008) .Hadir pada acara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal, Direktur PAUD Ditjen PNFI Depdiknas Sujarwo Singowidjojo, dan para pengelola PAUD di seluruh Indonesia.Hamid mengatakan, lembaga PAUD di tingkat kecamatan, desa, dan daerah terpencil merupakan program prioritas pemerintah. Melalui kebijakan tersebut dan kebijakan lain yang selama ini sudah dilaksanakan, dia optimis angka partisipasi kasar (APK) PAUD akan dapat ditingkatkan dengan lebih cepat dan sekaligus secara bertahap juga akan meningkatkan mutu PAUD. Dia menyebutkan, target APK PAUD nonformal pada akhir 2009 adalah sebanyak 35 persen, sedangkan target keseluruhan PAUD formal dan nonformal sebanyak 53 persen. "Dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 target APK PAUD secara keseluruhan sebesar 72 persen," katanya.Sujarwo mengatakan, pelaksana sistem ini adalah tim gabungan antar departemen, HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini), dan Forum PAUD. Dia menjelaskan, dalam satu kelompok PAUD akan ada ahli kesehatan atau gizi dan ahli perawatan sosial. Dengan kata lain, lanjut dia, pendidik dan tenaga kependidikan dilatih supaya paling tidak mempunyai kemampuan itu. "Kalaupun di situ tidak ada ahli gizi, tapi dia mengetahui ilmu-ilmu gizi untuk anak dengan pelatihan jangka pendek. Tekanannya pada pendidik dan tenaga kependidikan supaya mempunyai kemampuan holistik juga," katanya.Sujarwo menyebutkan, saat ini terdapat 50,47 persen dari 26 juta anak yang terlayani PAUD. Dia berharap, output dari program PAUD ini lebih menghasilkan anak yang lebih cerdas, sehat, dan tangkas. "Usia emas kalo diolah dengan satu pendekatan PAUD yang holistik akan lebih bermutu dibandingkan yang parsial," ujarnya.
Sumber: Media Depdiknas

Minggu, 21 Desember 2008

greeting

SELAMAT HARI IBU

&


HAPPY NEW YEAR 2009









Niken Sriwulan, S.S.